BAB
I
PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator
penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu prioritas
utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Propenas
serta strategi Making Pregnancy Safer (MPS) atau kehamilan yang aman sebagai
kelanjutan dari program Safe Motherhood dengan tujuan untuk mempercepat penurunan
kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir (MDG’s, 2010), dalam pernyataan
yang diterbitkan di situs resmi WHO dijelaskan bahwa untuk mencapai target
Millennium Development Goal’s, penurunan angka kematian ibu dari tahun 1990
sampai dengan 2015 haruslah mencapai 5,5 persen pertahun (antaranews, 2007).
Perdarahan bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu,
salah satu penyebab kematian ibu sebagian besar kasus perdarahan dalam masa
nifas yang terjadi karena retensio plasenta, sehingga perlu dilakukan upaya
penanganan yang baik dan benar yang dapat diwujudkan dengan upaya peningkatan
ketrampilan tenaga kesehatan khususnya dalam pertolongan persalinan,
peningkatan manajemen Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Dasar dan
Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Komprehensif, ketersediaan dan
keterjangkauan fasilitas kesehatan yang merupakan prioritas dalam pembangunan
sektor kesehatan guna pencapaian target MDG’s tersebut.
Rentensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan, perdarahan
merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di
Indonesia. Berdasarkan data kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca
persalinan di Indonesia adalah sebesar 43%. Menurut WHO dilaporkan bahwa 15-20%
kematian ibu karena retensio plasenta dan insidennya adalah 0,8-1,2% untuk
setiap kelahiran. Dibandingkan dengan resiko-resiko lain dari ibu bersalin,
perdarahan post partum dimana retensio plasenta salah satu penyebabnya dapat
mengancam jiwa dimana ibu dengan perdarahan yang hebat akan cepat meninggal
jika tidak mendapat perawatan medis yang tepat (PATH, 2002).
Data WHO menunjukkan sebanyak 99 persen kematian ibu akibat
masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio
kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450
kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio
kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran (WHO, 2010).
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih relatif lebih tinggi
jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN. Berdasarkan data WHO
untuk tahun 2010 Rasio kematian ibu (MMR) selama kehamilan dan melahirkan atau
dalam 42 hari setelah melahirkan, per 100.000 kelahiran hidup untuk negara
Indonesia sebesar berkisar antara 140-380/100.000 kelahiran hidup sedangkan
untuk sesama negara ASEAN seperti Thailand berkisar antara 32-36/100.000
Kelahiran Hidup dan Malaysia 14-68/100.000 kelahiran hidup. Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI di Indonesia untuk
periode lima tahun sebelum survei (2003-2007) sebesar 228 per 100.000 kelahiran
hidup (Depkes RI, 2009).
BAB
II
LANDASAN
TEORITIS
A. KONSEP TEORITIS RETENSIO PLASENTA
1. Defenisi Retensio plasenta
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta
belum lahir ½ jam sesudah anak lahir. (Sastrawinata, 2008:174)
Pengertian tersebut juga dikuatkan oleh Winkjosastro
(2006:656) yang menyebutkan retensio plasenta adalah apabila plasenta belum
lahir setengah jam
setelah janin lahir.
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta
dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang
banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan
tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti
perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive,
plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba (2006:176).
Plasenta inkarserata artinya plasenta telah lepas tetapi
tertinggal dalam uterus karena terjadi kontraksi di bagian bawah uterus atau
uteri sehingga plasenta tertahan di dalam uterus. (Manuaba (2006:176).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah
janin lahir, keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya
sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual
dengan segera.
Jenis-jenis retensio plasenta:
a) Plasenta Adhesive : Implantasi yang
kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme
separasi fisiologis
b) Plasenta Akreta : Implantasi jonjot
korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
c) Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot
korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa
dinding uterus.
d) Plasenta Prekreta : Implantasi
jonjot korion plasenta yang menembus lapisan serosa dinding uterus hingga ke
peritonium
e) Plasenta Inkarserata : Tertahannya
plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
(Sarwono, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178).
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau
seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan
tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul
perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui
apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita
dapat melakukan plasenta manual.
Retensio plasenta merupakan plasenta yang belum lahir
dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta)
merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat
menimbulkan perdarahan postpartum dini (Early
Postpartum Hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (Late Postpartum Hemorrhage) yang
biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.
2. Etiologi Retensio Plasenta
Penyebab Retentio Plasenta menurut Sastrawinata
(2006:174) adalah:
a. Fungsional:
1) His kurang kuat
(penyebab terpenting)
2) Plasenta sukar terlepas
karena tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya (plasenta membranasea,
plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena
penyebab di atas disebut plasenta adhesive.
b. Patologi –
anatomi:
1) Plasenta akreta
2) Plasenta
inkreta
3) Plasenta
perkreta
Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena:
a)
Plasenta belum lepas dari dinding uterus
b)
Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi
perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), plasenta melekat erat pada dinding
uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di
bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi
belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena
salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian
bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
Menurut Manuaba (2006:301) kejadian retensio plasenta
berkaitan dengan:
a) Grandemultipara dengan implantasi plasenta
dalam bentuk plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta
perkreta
b) Mengganggu
kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan
Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:
a. Darah penderita
terlalu banyak hilang
b. Keseimbangan
baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi
c. Kemungkinan
implantasi plasenta terlalu dalam
Plasenta manual dengan segera dilakukan :
a. Terdapat
riwayat perdarahan postpartum berulang
b. Terjadi
perdarahan postpartum berulang
c. Pada pertolongan
persalinan dengan narkosa
d. Plasenta belum
lahir setelah menunggu selama setengah jam
3.
Anatomi
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan
diameter 15 sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. Beratnya rata-rata 500
gram. Tali pusat berhubungan
dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis).
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih
kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila
diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari
bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil
dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua
basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air
mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah
tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan
8 mmHg ke vena-vena di desidua.
Plasenta berfungsi sebagai alat yang memberi makanan pada janin,
mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2,
membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.
4.
Jenis Dari
Retensio Plasenta
Jenis dari retensio plasenta adalah tertahannya atau
belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir
(Prawirohardjo, 2002)
Jenis retensio plasenta :
a) Plasenta
adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b) Plasenta akreta
adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miomentrium.
c) Plasenta
inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki
miomentrium.
d) Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion
plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e) Plasenta
inkaserata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh
konstriksi ostium uteri.
5.
Patogenesis
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan
berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini
pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi,
melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang
berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri
mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai
mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka
plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus.
Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang
longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh
darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang
saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan
retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan
menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif
baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi
ke dalam 4 fase, yaitu:
1)
Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang
bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih
tipis.
2)
Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus
tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3)
Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta
menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom
yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta
disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang
aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat
melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4)
Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat
plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah
kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan
selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga
pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan
menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu
menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering
ada semburan darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya
semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah
berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan
oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim
atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh
adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi
terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya,
dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala IV. Metode
yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan secara bersamaan dengan tarikan
ringan pada tali pusat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus
atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus, kontraksi yang
kuat dari uterus, serta pembentukan constriction
ring. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau
plasenta previa dan adanya plasenta akreta. Kesalahan manajemen kala tiga
persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya
pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian
uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi
dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan
kontraksi uterus.
6.
Gejala Klinis
a.
Anamnesis, meliputi
pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode
perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan
polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas
secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b.
Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di
dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam
uterus.
Tanda Dan Gejala Retensio Plasenta
1. Plasenta Akreta Parsial / Separasi
a. Konsistensi uterus kenyal
b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedang – banyak
e. Tali pusat terjulur sebagian
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta lepas sebagian
h. Syok sering
2. Plasenta Inkarserata
a. Konsistensi uterus keras
b. TFU 2 jari bawah pusat
c. Bentuk uterus globular
d. Perdarahan sedang
e. Tali pusat terjulur
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta sudah lepas
h. Syok jarang
3. Plasenta Akreta
a. Konsistensi uterus cukup
b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedikit / tidak ada
e. Tali pusat tidak terjulur
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta melekat seluruhnya
h. Syok jarang sekali, kecuali akibat
inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat.
(Prawirohardjo, S. 2002 : 178)
(Prawirohardjo, S. 2002 : 178)
7.
Pemeriksaan Penunjang
a)
Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin
(Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah
leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya
meningkat.
b)
Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Tromboplastin Time
(APTT) atau yang sederhana dengan Clotting
Time (CT) atau Bleeding Time
(BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor
lain.
8.
Diagnosa Banding
Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang
melekat pada miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons
desidua.
9.
Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta
adalah:
a. Resusitasi.
Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter
besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan
ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi,
tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal
saline) sampai uterus berkontraksi.
c. Plasenta coba
dilahirkan dengan Brandt Andrews,
jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d. Jika plasenta
tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta
adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio
plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit
seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
e. Jika tindakan
manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang
(cunam) abortus dilanjutkan kuretage sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran
sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah
sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan
kuretase pada abortus.
f. Setelah selesai
tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g. Pemberian
antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder. (Sulisetiya.blogspot.com/2010/03).
10.
Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena
dapat menimbulkan bahaya:
1. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
2. Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan plasenta.
Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan plasenta.
3. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana
plasenta melekat terus sedangkan kontraksi pada ostium baik hingga yang
terjadi.
4. Terjadi polip plasenta sebagai massa
proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis Dengan masuknya
mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik
(displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi
mikro invasive atau invasive, proses keganasan akan berjalan terus.
Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.
Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.
5. Syok haemoragik
11.
Terapi
Bila tidak terjadi perdarahan :
perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal: infus atau transfusi,
pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS. Kemudian dibantu
dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa apakah telah terjadi
pemisahan plasenta dengan cara Klein, Kustner atau Strassman.
Bila terjadi perdarahan: lepaskan
plasenta secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran manual tidak lengkap
dapat disusul dengan upaya kuretase. Bila plasenta tidak dapat dilepaskan dari
rahim, misal plasenta increta/percreta, lakukan hysterectomia.
Cara untuk melahirkan plasenta:
a. Dicoba mengeluarkan plasenta dengan
cara normal : Tangan kanan penolong meregangkan tali pusat sedang tangan yang
lain mendorong ringan.
b. Pengeluaran plasenta secara manual
(dengan narkose)
Melahirkan plasenta dengan cara
memasukkan tangan penolong kedalam cavum uteri, melepaskan plasenta dari
insertio dan mengeluarkanya.
c. Bila ostium uteri sudah demikian
sempitnya, sehingga dengan narkose yang dalam pun tangan tak dapat masuk, maka
dapat dilakukan hysterectomia untuk melahirkan plasentanya.
MANUAL PLASENTA
Manual Plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk
melahirkan retensio plasenta. Teknik operasi manual plasenta tidaklah sukar,
tetapi harus diperkirakan bagaimana persiapkan agar tindakan tersebut dapat
menyelamatkan jiwa penderita.
Manual Plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi
perdarahan di atas 400 cc dan terjadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam).
Seandainya masih terdapat kesempatan penderita retensio plasenta kdapat dikirim
ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.
Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan
memasang infuse dan memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga
yang dapat memberikan pertolongan darurat.
Prosedur Plasenta Manual
Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau
diinfus NaCl atau Ringer Laktat.
Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.
Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.
Langkah
klinik
1. Persetujuan Tindakan Manual Plasenta
Persetujuan diberikan setelah pasien
diberikan penjelasan yang lengkap dan objektif tentang diagnosis penyakit,
upaya penyembuhan, tujuan dan pilihan tindakan yang akan dilakukan.
2. Persiapan Sebelum Tindakan
a. Pasien
1). Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan.
1). Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan.
2) Uji fungsi dan kelengkapan peralatan
resusitasi
3) Siapkan kain alas bokong, sarung kaki
dan penutup perut bawah
4) Medikamentosa
a) Analgetika (Phetidin 1-2 mg/kg BB,
Ketamin Hcl 0,5 mg/kg BBT, Tramadol 1-2 mg/kg BB)
b) Analgesik suppositoria Tramadol
hidroklorida 100 mg untuk perawatan nyeri akut berat setelah tindakan.
c) Sedative (Diazepam 10 mg)
d) Atropine Sulfas 0,25-0,55 mg/ml
e) Uteretonika (Oksitosin,Ergometrin,
Prostaglandin)
f) Cairan NaCl 0,9% dan RL
g) Infuse Set
h) Larutan Antiseptik (Povidon Iodin
10%)
i)
Oksigen dengan regulator
b. Penolong
1) Baju kamar tindakan, pelapis
plastic, masker dan kaca mata : 3 set
2) Sarung tangan DTT/steril : sebaiknya
sarung tangan panjang
3) Alas kaki (sepatu boot karet) : 3
pasang
d. Instrument
1) Kocher: 2, Spuit 5 ml dan jarum
suntik no 23G
2) Mangkok tempat plasenta : 1
3) Kateter karet dan urine bag : 1
4) Benang kromk 2/0 : 1 rol
5) Partus set
3. Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan
Sebelum melakukan tindakan sebaiknya
mencuci tangan terlebih dahulu dengan sabun dan air yang mengalir untuk
mencegah infeksi. Mengeringkan tangan dengan handuk bersih lalu pasang sarung
tangan DTT/steril.
4. Tindakan Manual Plasenta
Penetrasi Ke Kavum Uteri
a. Intruksikan asisten untuk memberikan
sedatif dan analgetik melalui karet infuse.
b. Sebelum mengerjakan manual plasenta,
penderita disiapkan pada posisi litotomi.
c. Operator berdiri atau duduk
dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat,
tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut
d. Lakukan kateterisasi kandung kemih.
·
Pastikan kateter masuk kedalam kandung kemih dengan benar
·
Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan.
e. Jepit tali pusat dengan kocher
kemudian tegakan tali pusat sejajar lantai.
f. Secara obstetrik masukkan satu
tangan (punggung tangan ke bawah) kedalam vagina dengan menelusuri tali pusat
bagian bawah.
g. Setelah tangan mencapai pembukaan
serviks, minta asisten untuk memegang kocher kemudian tangan lain penolong menahan
fundus uteri.
h. Sambil menahan fundus uteri, masukan
tangan ke dalam kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
i.
Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam (ibu
jari merapat ke pangkal jari telunjuk).
Meregang tali pusat dengan jari-jari
membentuk kerucut dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika
pada waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan
(constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara
perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan
kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan
atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke
plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada
perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.
Melepas Plasenta dari Dinding Uterus
a. Tentukan implantasi plasenta,
temukan tepi plasenta yang paling bawah
·
Bila berada di belakang, tali pusat tetap di sebelah atas.
Bila dibagian depan, pindahkan tangan ke bagian depan tal pusat dengan punggung
tangan menghadap ke atas.
·
Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta dari
tempat implantasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari di antara plasenta dan
dinding uterus, dengan punggung tangan mengahadap ke dinding dalam uterus.
·
Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama
(dinding tangan pada dinding kavun uteri) tetapi tali pusat berada di bawah
telapak tangan kanan.
b. Kemudian gerakan tangan kanan ke
kiri dan kanan sambil bergeser ke cranial sehingga semua permukaan maternal
plasenta dapat dilepaskan.
Ujung jari menelusuri tali pusat,
tangan kiri diletakkan di atas fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan
Catatan : Sambil melakukan tindakan,
perhatikan keadaan ibu lakukan
penanganan yanng sesuai bila terjadi penyulit.
Mengeluarkan Plasenta :
a. Sementara satu tangan masih berada
di kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian
plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.
b. Pindahkan tangan luar ke supra
simfisis untuk menahan uterus
c. Instruksikan asisten yang memegang
kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan di dalam Menarik plasenta ke luar
(hindari percikan darah), letakkan plasenta ke dalam tempat yang telah
disediakan. Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke
dorsokranial setelah plasenta lahir.
Setelah plasenta berhasil
dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding
uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi
sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan
kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu
ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan
spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan
apabila ditemukan segera di jahit. Jika setelah plasenta dikeluarkan masih
terjadi perdarahan karena atonia uteri maka dilakukan kompresi bimanual sambil
mengambil tindakan lain untuk menghetikan perdarahan dan memperbaiki keadaan
ibu bila perlu.
Jika tindakan manual plasenta tidak
memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus
dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta
dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan
hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada
abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian
antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder.
5. Dekontaminasi Pasca Tindakan Alat-alat
yang digunakan untuk menolong di dekontaminasi, termasuk sarung tangan yang
telah di gunakan penolong ke dalam larutan antiseptic
6. Cuci Tangan Pascatindakan Mencuci
kedua tangan setelah tindakan untuk mencegah infeksi.
7. Perawatan Pascatindakan
a. Periksa kembali tanda vital pasien,
segera lakukan tindakan dan instruksi apabila masih diperlukan.
b. Catat kondisi pasien dan buat
laporan tindakan di dalam kolom yang tersedia.
c. Buat instruksi pengobatan lanjutan
dan hal-hal penting untuk dipantau.
d. Beritahukan pada pasien dan
keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi pasien masih memerlukan
perawatan. Jelaskan pada petugas tentang perawatan apa yang masih diperlukan,
lama perawatan dan apa yang perlu dilaporkan (Di Rumah Sakit).
B.
KONSEP
DASAR MANAJEMEN KEBIDANAN
Manajemen kebidanan adalah suatu
metode proses berfikir logis sistematis. Oleh karena itu manajemen kebidanan
merupakan alur fikir bagi seorang bidan dan memberikan arah/kerangka dalam
mengenai kasus yang menjadi tanggung jawabnya.
Pengertian manajemen menurut
beberapa sumber:
a. Menurut buku 50
tahun IBI, 2007
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang dilakukan
oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai
dari pengkajian, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
b. Menurut Depkes RI,
2005
Manajemen kebidanan adalah metode dan pendekatan
pemecahan masalah ibu dan anak yang khusus dilakuakan oleh bidan dalam
memberikan asuhan kebidanan kepada individu, keluarga dan masyarakat.
c. Menurut Helen
Varney (1997)
Manajemen kebidanan adalah proses
pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasiakan
pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan,
keterampilan dalam rangkaian/ tahapan yang logis dalam pengambilan keputusan
berfokus kepada klien.
Menurut Hellen Varney, ia
mengembangkan proses manajemen kebidanan ini dari 5 loangakah menjadi 7 langkah
yaitu mulai dari pengumpulan data sampai dengan evaluasi.
Bidan mempunyai fungsi yang sangat
penting dalam asuhan yang mandiri, kolaborasi dan melakukan rujukan yang tepat.
Oleh karena itu bidan dituntut untuk mampu mendeteksi dini tanda dan gejala
komplikasi kehamilan, memberikan pertolongan kegawatdaruratan kebidanan
perinatal dan merujuk kasus.
Praktek kebidanan telah mengalami
perluasan peran dan fungsi dari fokus terhadap ibu hamil, bersalin, nifas, bayi
baru lahir serta anak balita bergeser kepada upaya mengantisipasi tuntutan kebutuhan
masyarakat yang dinamis yaitu menuju kepada pelayanan kesehatan reproduksi sejak
konsepsi hingga usia lanjut, meliputi konseling prekonsepsi, persalinan,
pelayanan ginekologis, kontrasepsi, asuhan pre dan post menopouse, sehingga hal
ini merupakan suatu tantangan bagi bidan.
Langkah-langkah:
I.
Mengumpulkan semua data yang
dibutuhkan untuk menilai keadaan klien secara keseluruhan.
II.
Menginterpretasikan data untuk
mengidentifikasi diagnosa atau masalah.
III.
Mengidentifikasi diagnosa atau
masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya.
IV.
Menetapkan kebutuhan terhadap
tindakan segera, konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain serta
rujukan berdasarkan kondisi klien.
V.
Menyusun rencana asuhan secara
menyeluruh dengan tepat dan rasional berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah-langkah sebelumnya.
VI.
Pelaksanaan langsung asuhan secara
efisien dan aman.
VII.
Mengevaluasi keefektifan asuhan yang
diberikan dengan mengulang kembali manajemen proses untuk aspek-aspek asuhan
yang tidak efektif.
Langkah-langkah dalam penatalaksnaan pada dasarnya
jelas, akan tetapi dalam pembahasan singkat mengenai langkah-langkah tersebut
mungkin akan lebih memperjelas proses pemikiran dalam proses klinis yang
berorientasi pada langkah ini. Penulis membatasi hanya pada kasus “RETENSIO
PLASENTA”.
Ketujuh langkah tersebut adalah:
Langkah I : Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan
sistematis untuk mengumpulkan data, mengelompokkan data dan mengenalisa data
sehingga dapat diketahui masalah dan keadaan klien. Pada langkah ini
dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi klien. Data – data yang dikumpulkan meliputi :
A.
Data Subyektif
1.
Biodata atau identitas klien dan suami.
Yang perlu dikaji : nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa, status perkawinan,
penghasilan, alamat. Hal ini dikaji untuk mempermudah menghubungi keluarga
terdekat bila dibutuhkan, mencegah kekeliruan antar sesama klien dan untuk
mengetahui sosial ekonomi klien.
2.
Keluhan
Utama
Keluhan utama adalah
keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga menyebabkan timbulnya
gangguan pada dirinya. Pada pasien dengan retensio plasenta ada 2 keluhan yaitu
:
a.
pasien
dengan retensio plasenta tanpa perdarahan
Klien
mengatakan telah melahirkan anak ke ….. pada tanggal ….., jam….., jenis
kelamin….. lahir normal. BB….. gram. Ari – ari belum keluar dari kemaluan
setelah…… menit. Perut tidak merasa mules dan keluar darah merembes sedikit –
sedikit.
b.
pasien
retensio plasenta dengan perdarahan
Ibu mengatakan
telah melahirkan 30 menit yang lalu dan plasenta belum lahir, keluar darah
banyak sesudah melahirkan.
3. Riwayat Menstruasi
Dikaji untuk mendapatkan data
reproduksi klien meliputi : menarche, HPHT, siklus haid, lama haid dan
disminorhoe. Dari data tersebut didapatkan status reproduksinya baik/ada
kelainan.
4.
Riwayat
Kehamilan, Persalinan dan Nifas Yang Lalu
Dikaji untuk mengetahui jumlah
paritas, cara persalinan, penolong persalinan, penyulit yang menyertai
persalinan dan nifas yang lalu, jumlah anak yang hidup, jumlah anak yang
mati/keguguran, jenis kelamin, BB, PB dan lama menyusui.
5.
Riwayat
Kehamilan Sekarang
Dikaji untuk mengetahui berapa
kali ibu melakukan ANC dan telah mendapatkan berapa kali suntikan TT.
6.
Riwayat
Persalinan Sekarang
Dikaji untuk mengetahui cara
persalinan, penolong persalinan, lama persalinan, penyulit yang menyertai
persalinan, serta lamanya persalinan pada kala III plasenta belum lahir sampai
dengan 30 menit setelah bayi lahir dan teraba kontraksi uterus yang lembek dan
pada masalah plasenta yang belum keluar biasanya disertai :
·
perdarahan
yang lebih dari 500 cc
·
ada
juga yang tidak disertai perdarahan
7.
Riwayat kesehatan.
-
Riwayat kesehatan yang lalu ; kemungkinan klien pernah mengalami
penyakit jantung, hipertensi, DM dan mengalami operasi dinding rahim.
-
Riwayat kesehatan sekarang; kemungkinan klien sedang
menderita penyakit jantung , hipertensi, DM, dan penyakit lainnya.
8.
Riwayat
KB
Dikaji untuk mengetahui
kontrasepsi yang sudah dipakai dan rencana kontrasepsi yang digunakan
selanjutnya.
9.
Riwayat seksualitas
Kemungkinan klien mengalami dispareunia,
friogid, apakah aktivitasnya normal atau
ada gangguan .
10. Riwayat sosial ekonomi dan budaya.
Kemungkinan hubungan klien dengan
suami, keluarga dan masyarakat baik, kemungkinan ekonomi yang mencukupi, adanya
kebudayaan klien yang mempengaruhi kesehatan kehamilan dan persalinannya.
11. Riwayat spiritual
Kemungkinan klien melakukan ibadah
agama dan kepercayaanya dengan baik.
12. Riwayat Psikologi
Dikaji untuk mengetahui status
emosional ibu :
·
Kecemasan
·
ketakutan
·
kekhawatiran
dengan masalah yang dihadapinya.
13. Pola Kehidupan
sehari-hari.
1)
Pola
nutrisi
Dikaji untuk
mengetahui jenis dan macam makanan yang di konsumsi, jumlahnya dan frekuensinya.
2)
Pola
aktivitas
Dikaji untuk
mengetahui jenis aktivitas yang dilakukan sehari-hari.
3)
Pola
istirahat
Dikaji untuk
mengetahui apakah ibu cukup istirahat. Normalnya ibu waktu hamil istirahat 6-8 jam dalam sehari.
4)
Pola
eliminasi
Dikaji untuk mengetahui
apakah proses eliminasi biu sehari-hari
lancar, dan bagaimana frekuensi konsistensi dan warnanya.
B.
Data Objektif
1.
Pemeriksaan
tanda vital
Pemeriksaan tanda
vital dilakukan setiap kali dibutuhkan berdasarkan keadaan klien.
Pemeriksaan tanda
vital berfungsi sebagai pemantau keadaan klien yang mudah berubah bila terjadi
gangguan pada fungsi organ.
Pemeriksaan tanda
vital pada pasien dengan Retensio Plasenta :
a.
Pemeriksaan
tanda vital pada pasien Retensio Plasenta yang disertai perdarahan :
·
Nadi
cepat →110 x/menit atau lebih
·
Pernapasan
cepat → 30 x/menit atau lebih
·
Muka
tampak pucat, kulit basah
·
Tekanan
darah turun → sistole < 90 mmHg
·
Hb
8 gr % atau lebih
·
produksi
urin < 30 cc/jam
b.
Pemeriksaan
tanda vital pada pasien Retensio Plasenta tidak ada perdarahan :
·
Nadi
cepat → 110 x/menit atau lebih
·
Pernapasan
cepat → 30 x/menit atau lebih
·
Muka
tidak pucat
·
Tekanan
darah naik → sistole > 90 mmHg
·
Hb
10 gr % atau lebih
2.
Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan fisik
dilakukan sebagai data penunjang terhadap data yang digunakan untuk mencari
masalah pemeriksaan fisik yang didapat akibat retensio plasenta
a.
Muka
: keluar keringat dingin tampak pucat
b.
Mata
: konjungtiva pucat
c.
Mulut
: bibir pucat, lidah pucat
d.
Perut
:
-
TFU
setinggi pusat atau lebih
-
kontraksi
uterus lembek
e.
Genetalia
:
-
tampak
tali pusat menjulur
-
disertai
perdarahan lebih dari 500 cc
-
tidak
disertai perdarahan
3.
Pemeriksaan
penunjang
Pemeriksaan penunjang
digunakan untuk memastikan diagnosa yang telah ditegakkan dan digunakan untuk
mencari penyebab timbulnya masalah,
-
Pemeriksaan
Hb, didapatkan Hb kurang dari 11 gr %
-
Pemeriksaaan
darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit
(Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang
disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
Langkah II :
Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dikukan idntifikasi yang benar
terhadap masalh atau diagnosa dann kebutuhann klien berdasarkan interpretasi
yang benar atas data – data yang te;ah dikumpulkan. Data dasar yang sudah
dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan maslah atu diagnosa yang
spesifik. Kata masalah dan diagnosa keduanya digunakan karena beberapa masalah
tidak dapat diselesaikan seprti diagnosa tapi membutuhkan penangann yang
dituangkan dalam sebuah rencana asuhana terhadpa klien. Masalh ini sering
menyertaidiagnosa. Diagnosa yang ditegakkan dalam klingkup praktek kebidanan
harus memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan, yaitu :
1. Diakui
dan telah disahkan oleh profesi.
2. Berhubungn
langsung dengan praktek kebidanan
3. Memilki
ciri khas kebidanan
4. Dapat
diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan
5. Didukung
oleh Clinical Judgement dalam lingkup prktek kebidanan.
Berdasarkan
kasus ini, maka kemungkinan interpretasi data yang timbul dikhususkan pada kala
III adalah :
1.
Diagnosa
Kebidanan
Ibu
Parturient kala III dengan retensio plasenta
Dasar :
a.
Data
Subjektif :
-
pasien
dengan retensio plasenta tanpa perdarahan
·
Klien mengatakan telah melahirkan
anak ke… pada tanggal…, jam..., jenis kelamin…, lahir normal. BB….. gram.
·
Ari – ari belum keluar dari
kemaluan setelah… menit.
·
Perut tidak merasa mules dan
keluar darah merembes sedikit – sedikit.
-
pasien
retensio plasenta dengan perdarahan
Ibu mengatakan
telah melahirkan 30 menit yang lalu dan plasenta belum lahir, keluar darah
banyak sesudah melahirkan.
b.
Data
Obyektif : Genetalia tampak tali pusat menjulur dan tidak disertai perdarahan atau
perdarahan lebih dari 500 cc.
2. Masalah
Kemungkinan
masalah yang timbul adalah kcemasan
Dasar : plasenta tidak lepas secara spontan atau
timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan
3. Kebutuhan
1) Dukungan psikologi
Dasar : plasenta belum lahir setengah jam setelah anak lahir
2) Rasa nyaman
Dasar : Ibu dalam Proses Persalinan
Langkah III : Mengidentifikasi
Diagnosa dan Masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan
pencegahan sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap – siap bila diagnosa atau
masalah potensial ini benar – benar terjadi. Kemungkinan diagnosa atau masalh
potensial yang timbul:
4. Potensial Syok
Hipovolemik
Data Pendukung
- Data subyektif : klien mengatakan keluar darah banyak setelah bayi lahir, kepala
pusing, mata berkurang-kunang, badan keringatan.
- Data Obyektif : tensi sistole kurang dari 100 mmHg, nadi lebih dari 100x/menit,
muka keringatan, kontraksi uterus lembek dan genetalia keluar darah lebih dari
500 cc, akral teraba dingin
2. Potensial Anemia
Data Pendukung
-
Data
subyektif : klien mengatakan pusing, mata
berkunang-kunang.
-
Data
Obyektif : muka pucat, conjungtiva pucat, bibir pucat,
keluar darah lebih dari 500 cc, Hb kurang dari 11 gr %.
Langkah IV : Identifikasi Kebutuhan Yang Memerlukan
Penanganan Segera
Pada langkah ini bidan menetapkan kebutuhan terhadap
tindakan segera, melakukan kontribusi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
berdasarkan kondisi klien. Pada langkah ini, mengidentifikasi perlunya tindakan
segera oleh bidan atau dokter dan untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama
dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. (Varney,
2008). Kemungkinan tindakan segera pada kasus
retensio plasenta antara lain :
-
Pemasangan infus RL 20 tts/menit
-
Kosongkan kandung kemih
-
Kolaborasi
dengan dokter ahli kebidanan (SPOG) dan segera rujuk ke rumah sakit
Langkah
V: Merencanakan Asuhan Yang menyeluruh
Penyusunan
perencanaan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan retensio plasenta telah
sesuai dengan langkah Varney yang mengungkapkan, langkah ini direncanakan
asuhan yang menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya.
Langkah ini merupakan kelanjutan manajeman terhadap masalah atau diagnosis yang
telah diidentifikasi dan diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang
tidak lengkap dapat dilengkapi. Perencanaan tindakan yang mungkin dilakukan
adalah :
1.
Informasikan
keadaan ibu dan hasil pemeriksaan
Rasional : ibu mengetahui keadaan dan tindakan yang
dilakukan bidan untuk mengatasi retensio plasenta
2.
Berikan
support atau dukungan pada ibu
Rasional : dengan diberikan dukungan dapat memberikan
semangat dan senantiasa berdoa demi kelancaran proses persalinan
3.
Berikan
infus dari cairan isotonik / elektronik dengan kateter 18g
Rasional : dengan diberikan cairan isotonik /
elektronik dapat meningkatkan volume sirkulasi secara cepat dan dapat
menyelamatkan kehidupan pasien.
4.
Bantu
dengan prosedur sesuai indikasi yaitu separasi manual dan penglepasan plasenta
Rasional : dengan melakukan separasi plasenta, uterus
dapat berkontraksi dengan baik dan perdarahan dapat dihentikan.
5.
Berikan
obat-obatan sesuai indikasi : oksitosin, metilergonovin malet
Rasional : dengan
pemberian obat-obatan dapat membantu meningkatkan kontraksi uterus, sehingga
memudahkan plasenta lepas.
6.
Observasi
TTV : hipotensi, takikardi, perlambatan
pengisisan kapiler, sianosis dasar kaku, membran mukosa dan bibir
Rasional : Dengan
melakukan observasi TTV kita dapat mengetahui keadaan syok / tidak.
7.
Observasi
intake dan output
Rasional : dengan
melakukan observasi intake dan output, kita dapat mengetahui seberapa besar
pasien kehilangan dan membutuhkan cairan
8.
Plasenta
keluar dalam waktu 15 menit dari mulai tindakan dilakukan.
Rasional : dengan
plasenta keluar perdarahan dapat segera berhenti dan kontraksi uterus membaik.
9.
Pemeriksaan
laboratorium Hb ulang
Rasional : dengan
pemeriksaan lab Hb ulang, kita dapat mengetahui kadar Hb pasien normal atau
tidak.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Retensio
plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam.
Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian
plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan
segera. Rentensio
plasenta dapat menyebabkan perdarahan, perdarahan merupakan penyebab kematian
nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia.
B.
Saran
Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini penulis
merasa masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan
saran dari pembaca sangat diperlukan demi kesempurnaan makalah yang penulis
susunan
ini.
DAFTAR PUSTAKA
2.
Prawirohardjo, S. 2000.
Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
3.
Wiknjosastro, Hanifa. 2007.
Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
4.
Sulisetiya.blogspot.com/2010/03
Tidak ada komentar:
Posting Komentar