Rabu, 27 Juni 2012

RETENSIO PLASENTA


BAB I
PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu prioritas utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Propenas serta strategi Making Pregnancy Safer (MPS) atau kehamilan yang aman sebagai kelanjutan dari program Safe Motherhood dengan tujuan untuk mempercepat penurunan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir (MDG’s, 2010), dalam pernyataan yang diterbitkan di situs resmi WHO dijelaskan bahwa untuk mencapai target Millennium Development Goal’s, penurunan angka kematian ibu dari tahun 1990 sampai dengan 2015 haruslah mencapai 5,5 persen pertahun (antaranews, 2007).
Perdarahan bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu, salah satu penyebab kematian ibu sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas yang terjadi karena retensio plasenta, sehingga perlu dilakukan upaya penanganan yang baik dan benar yang dapat diwujudkan dengan upaya peningkatan ketrampilan tenaga kesehatan khususnya dalam pertolongan persalinan, peningkatan manajemen Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Dasar dan Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Komprehensif, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan yang merupakan prioritas dalam pembangunan sektor kesehatan guna pencapaian target MDG’s tersebut.
Rentensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan, perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Berdasarkan data kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan di Indonesia adalah sebesar 43%. Menurut WHO dilaporkan bahwa 15-20% kematian ibu karena retensio plasenta dan insidennya adalah 0,8-1,2% untuk setiap kelahiran. Dibandingkan dengan resiko-resiko lain dari ibu bersalin, perdarahan post partum dimana retensio plasenta salah satu penyebabnya dapat mengancam jiwa dimana ibu dengan perdarahan yang hebat akan cepat meninggal jika tidak mendapat perawatan medis yang tepat (PATH, 2002).
Data WHO menunjukkan sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran (WHO, 2010).
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN. Berdasarkan data WHO untuk tahun 2010 Rasio kematian ibu (MMR) selama kehamilan dan melahirkan atau dalam 42 hari setelah melahirkan, per 100.000 kelahiran hidup untuk negara Indonesia sebesar berkisar antara 140-380/100.000 kelahiran hidup sedangkan untuk sesama negara ASEAN seperti Thailand berkisar antara 32-36/100.000 Kelahiran Hidup dan Malaysia 14-68/100.000 kelahiran hidup. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI di Indonesia untuk periode lima tahun sebelum survei (2003-2007) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2009). 


BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. KONSEP TEORITIS RETENSIO PLASENTA

1.   Defenisi Retensio plasenta
 
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir ½ jam sesudah anak lahir. (Sastrawinata, 2008:174)
Pengertian tersebut juga dikuatkan oleh Winkjosastro (2006:656) yang menyebutkan retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir.
 Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba (2006:176).
Plasenta inkarserata artinya plasenta telah lepas tetapi tertinggal dalam uterus karena terjadi kontraksi di bagian bawah uterus atau uteri sehingga plasenta tertahan di dalam uterus. (Manuaba (2006:176).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera.
Jenis-jenis retensio plasenta:       
a)      Plasenta Adhesive : Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis
b)      Plasenta Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
c)      Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
d)     Plasenta Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan serosa dinding uterus hingga ke peritonium
e)      Plasenta Inkarserata : Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri. (Sarwono, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178).
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual.
Retensio plasenta merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (Early Postpartum Hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (Late Postpartum Hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan. 

2.  Etiologi Retensio Plasenta

Penyebab Retentio Plasenta menurut Sastrawinata (2006:174) adalah:
a.       Fungsional:
1)      His kurang kuat (penyebab terpenting)
2)      Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.
b.      Patologi – anatomi:
1)      Plasenta akreta
2)      Plasenta inkreta
3)      Plasenta perkreta
Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena:
a)         Plasenta belum lepas dari dinding uterus
b)         Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
Menurut Manuaba (2006:301) kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:
a)   Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta
b)   Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan
Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:
a.       Darah penderita terlalu banyak hilang
b.      Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi
c.       Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam

Plasenta manual dengan segera dilakukan :
a.       Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang
b.      Terjadi perdarahan postpartum berulang
c.       Pada pertolongan persalinan dengan narkosa
d.      Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam

3.        Anatomi

Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Tali pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis).
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua.
Plasenta berfungsi sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.

4.         Jenis Dari Retensio Plasenta 

Jenis dari retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2002)
Jenis retensio plasenta :
a)      Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b)      Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miomentrium.
c)      Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki miomentrium.
d)     Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e)      Plasenta inkaserata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.

5.        Patogenesis

Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1)            Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2)            Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3)            Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4)            Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada semburan darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala IV. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan secara bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus, kontraksi yang kuat dari uterus, serta pembentukan constriction ring. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa dan adanya plasenta akreta. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.

6.        Gejala Klinis

a.      Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b.      Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.

Tanda Dan Gejala Retensio Plasenta
1.      Plasenta Akreta Parsial / Separasi
a.       Konsistensi uterus kenyal
b.      TFU setinggi pusat
c.       Bentuk uterus discoid
d.      Perdarahan sedang – banyak
e.       Tali pusat terjulur sebagian
f.       Ostium uteri terbuka
g.      Separasi plasenta lepas sebagian
h.      Syok sering
2.      Plasenta Inkarserata
a.       Konsistensi uterus keras
b.      TFU 2 jari bawah pusat
c.       Bentuk uterus globular
d.      Perdarahan sedang
e.       Tali pusat terjulur
f.       Ostium uteri terbuka
g.      Separasi plasenta sudah lepas
h.      Syok jarang
3.       Plasenta Akreta
a.       Konsistensi uterus cukup
b.      TFU setinggi pusat
c.       Bentuk uterus discoid
d.      Perdarahan sedikit / tidak ada
e.       Tali pusat tidak terjulur
f.       Ostium uteri terbuka
g.      Separasi plasenta melekat seluruhnya
h.      Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat.
(Prawirohardjo, S. 2002 : 178)

7.        Pemeriksaan Penunjang
a)      Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b)     Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

8.        Diagnosa Banding
Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua.
9.        Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
a.       Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b.      Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c.       Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d.      Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
e.       Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuretage sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
f.       Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g.      Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder. (Sulisetiya.blogspot.com/2010/03).

10.    Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya:
1.      Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
2.      Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan plasenta.
3.      Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi pada ostium baik hingga yang terjadi.
4.      Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasive atau invasive, proses keganasan akan berjalan terus.
Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.
5.      Syok haemoragik

11.    Terapi
Bila tidak terjadi perdarahan : perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal: infus atau transfusi, pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS. Kemudian dibantu dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa apakah telah terjadi pemisahan plasenta dengan cara Klein, Kustner atau Strassman.
Bila terjadi perdarahan: lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran manual tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase. Bila plasenta tidak dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta/percreta, lakukan hysterectomia.

Cara untuk melahirkan plasenta:
a.       Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal : Tangan kanan penolong meregangkan tali pusat sedang tangan yang lain mendorong ringan.
b.      Pengeluaran plasenta secara manual (dengan narkose)
Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan penolong kedalam cavum uteri, melepaskan plasenta dari insertio dan mengeluarkanya.
c.       Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan narkose yang dalam pun tangan tak dapat masuk, maka dapat dilakukan hysterectomia untuk melahirkan plasentanya.



MANUAL PLASENTA

Manual Plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta. Teknik operasi manual plasenta tidaklah sukar, tetapi harus diperkirakan bagaimana persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
Manual Plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan terjadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya masih terdapat kesempatan penderita retensio plasenta kdapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.
Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infuse dan memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat.

Prosedur Plasenta Manual

Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat.
Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.
Langkah klinik
1.      Persetujuan Tindakan Manual Plasenta
Persetujuan diberikan setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap dan objektif tentang diagnosis penyakit, upaya penyembuhan, tujuan dan pilihan tindakan yang akan dilakukan.
2.      Persiapan Sebelum Tindakan
a.       Pasien
1). Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan.
2)      Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi
3)      Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah
4)      Medikamentosa
a)      Analgetika (Phetidin 1-2 mg/kg BB, Ketamin Hcl 0,5 mg/kg BBT, Tramadol 1-2 mg/kg BB)
b)      Analgesik suppositoria Tramadol hidroklorida 100 mg untuk perawatan nyeri akut berat setelah tindakan.
c)      Sedative (Diazepam 10 mg)
d)     Atropine Sulfas 0,25-0,55 mg/ml
e)      Uteretonika (Oksitosin,Ergometrin, Prostaglandin)
f)       Cairan NaCl 0,9% dan RL
g)      Infuse Set
h)      Larutan Antiseptik (Povidon Iodin 10%)
i)        Oksigen dengan regulator
b.      Penolong
1)      Baju kamar tindakan, pelapis plastic, masker dan kaca mata : 3 set
2)      Sarung tangan DTT/steril : sebaiknya sarung tangan panjang
3)      Alas kaki (sepatu boot karet) : 3 pasang
d.      Instrument
1)      Kocher: 2, Spuit 5 ml dan jarum suntik no 23G
2)      Mangkok tempat plasenta : 1
3)      Kateter karet dan urine bag : 1
4)      Benang kromk 2/0 : 1 rol
5)      Partus set
3.      Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan
Sebelum melakukan tindakan sebaiknya mencuci tangan terlebih dahulu dengan sabun dan air yang mengalir untuk mencegah infeksi. Mengeringkan tangan dengan handuk bersih lalu pasang sarung tangan DTT/steril.
4.      Tindakan Manual Plasenta
Penetrasi Ke Kavum Uteri
a.       Intruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik melalui karet infuse.
b.      Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan pada posisi litotomi.
c.       Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut
d.      Lakukan kateterisasi kandung kemih.
·         Pastikan kateter masuk kedalam kandung kemih dengan benar
·         Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan.
e.       Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegakan tali pusat sejajar lantai.
f.       Secara obstetrik masukkan satu tangan (punggung tangan ke bawah) kedalam vagina dengan menelusuri tali pusat bagian bawah.
g.      Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten untuk memegang kocher kemudian tangan lain penolong menahan fundus uteri.
h.      Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan ke dalam kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
i.        Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke pangkal jari telunjuk).
Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.
Melepas Plasenta dari Dinding Uterus
a.       Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah
·         Bila berada di belakang, tali pusat tetap di sebelah atas. Bila dibagian depan, pindahkan tangan ke bagian depan tal pusat dengan punggung tangan menghadap ke atas.
·         Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta dari tempat implantasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari di antara plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan mengahadap ke dinding dalam uterus.
·         Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama (dinding tangan pada dinding kavun uteri) tetapi tali pusat berada di bawah telapak tangan kanan.
b.      Kemudian gerakan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke cranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan         
Catatan : Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu  lakukan penanganan yanng sesuai bila terjadi penyulit.
Mengeluarkan Plasenta :
a.       Sementara satu tangan masih berada di kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.
b.      Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus
c.       Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan di dalam Menarik plasenta ke luar (hindari percikan darah), letakkan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan. Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorsokranial setelah plasenta lahir.
Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit. Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena atonia uteri maka dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan lain untuk menghetikan perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu.
Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
5.      Dekontaminasi Pasca Tindakan Alat-alat yang digunakan untuk menolong di dekontaminasi, termasuk sarung tangan yang telah di gunakan penolong ke dalam larutan antiseptic
6.      Cuci Tangan Pascatindakan Mencuci kedua tangan setelah tindakan untuk mencegah infeksi.
7.      Perawatan Pascatindakan
a.       Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan instruksi apabila masih diperlukan.
b.      Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan di dalam kolom yang tersedia.
c.       Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk dipantau.
d.      Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi pasien masih memerlukan perawatan. Jelaskan pada petugas tentang perawatan apa yang masih diperlukan, lama perawatan dan apa yang perlu dilaporkan (Di Rumah Sakit).

B.        KONSEP DASAR MANAJEMEN KEBIDANAN

Manajemen kebidanan adalah suatu metode proses berfikir logis sistematis. Oleh karena itu manajemen kebidanan merupakan alur fikir bagi seorang bidan dan memberikan arah/kerangka dalam mengenai kasus yang menjadi tanggung jawabnya.
Pengertian manajemen menurut beberapa sumber:
a.       Menurut buku 50 tahun IBI, 2007
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang dilakukan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
b.      Menurut Depkes RI, 2005
Manajemen kebidanan adalah metode dan pendekatan pemecahan masalah ibu dan anak yang khusus dilakuakan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada individu, keluarga dan masyarakat.
c.       Menurut Helen Varney (1997)
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasiakan pikiran dan tindakan  berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian/ tahapan yang logis dalam pengambilan keputusan berfokus kepada klien.
Menurut Hellen Varney, ia mengembangkan proses manajemen kebidanan ini dari 5 loangakah menjadi 7 langkah yaitu mulai dari pengumpulan data sampai dengan evaluasi.
Bidan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam asuhan yang mandiri, kolaborasi dan melakukan rujukan yang tepat. Oleh karena itu bidan dituntut untuk mampu mendeteksi dini tanda dan gejala komplikasi kehamilan, memberikan pertolongan kegawatdaruratan kebidanan perinatal dan merujuk kasus.
Praktek kebidanan telah mengalami perluasan peran dan fungsi dari fokus terhadap ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir serta anak balita bergeser kepada upaya mengantisipasi tuntutan kebutuhan masyarakat yang dinamis yaitu menuju kepada pelayanan kesehatan reproduksi sejak konsepsi hingga usia lanjut, meliputi konseling prekonsepsi, persalinan, pelayanan ginekologis, kontrasepsi, asuhan pre dan post menopouse, sehingga hal ini merupakan suatu tantangan bagi bidan.
Langkah-langkah:
          I.            Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai keadaan klien secara keseluruhan.
       II.            Menginterpretasikan data untuk mengidentifikasi diagnosa atau masalah.
    III.            Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya.
    IV.            Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain serta rujukan berdasarkan kondisi klien.
       V.            Menyusun rencana asuhan secara menyeluruh dengan tepat dan rasional berdasarkan   keputusan yang dibuat pada langkah-langkah sebelumnya.
    VI.            Pelaksanaan langsung asuhan secara efisien dan aman.
 VII.            Mengevaluasi keefektifan asuhan yang diberikan dengan mengulang kembali manajemen proses untuk aspek-aspek asuhan yang tidak efektif.

Langkah-langkah dalam penatalaksnaan pada dasarnya jelas, akan tetapi dalam pembahasan singkat mengenai langkah-langkah tersebut mungkin akan lebih memperjelas proses pemikiran dalam proses klinis yang berorientasi pada langkah ini. Penulis membatasi hanya pada kasus “RETENSIO PLASENTA”.

Ketujuh langkah tersebut adalah:
Langkah I : Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data, mengelompokkan data dan mengenalisa data sehingga dapat diketahui masalah dan keadaan klien. Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Data – data yang dikumpulkan meliputi :
A.    Data Subyektif
1.         Biodata atau identitas klien dan suami.
Yang perlu dikaji : nama, umur, pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa, status perkawinan, penghasilan, alamat. Hal ini dikaji untuk mempermudah menghubungi keluarga terdekat bila dibutuhkan, mencegah kekeliruan antar sesama klien dan untuk mengetahui sosial ekonomi klien.
2.         Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga menyebabkan timbulnya gangguan pada dirinya. Pada pasien dengan retensio plasenta ada 2 keluhan yaitu :
a.       pasien dengan retensio plasenta tanpa perdarahan
Klien mengatakan telah melahirkan anak ke ….. pada tanggal ….., jam….., jenis kelamin….. lahir normal. BB….. gram. Ari – ari belum keluar dari kemaluan setelah…… menit. Perut tidak merasa mules dan keluar darah merembes sedikit – sedikit.
b.      pasien retensio plasenta dengan perdarahan
Ibu mengatakan telah melahirkan 30 menit yang lalu dan plasenta belum lahir, keluar darah banyak sesudah melahirkan.
3.      Riwayat Menstruasi
Dikaji untuk mendapatkan data reproduksi klien meliputi : menarche, HPHT, siklus haid, lama haid dan disminorhoe. Dari data tersebut didapatkan status reproduksinya baik/ada kelainan.
4.      Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas Yang Lalu
Dikaji untuk mengetahui jumlah paritas, cara persalinan, penolong persalinan, penyulit yang menyertai persalinan dan nifas yang lalu, jumlah anak yang hidup, jumlah anak yang mati/keguguran, jenis kelamin, BB, PB dan lama menyusui.
5.      Riwayat Kehamilan Sekarang
Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu melakukan ANC dan telah mendapatkan berapa kali suntikan TT.
6.      Riwayat Persalinan Sekarang
Dikaji untuk mengetahui cara persalinan, penolong persalinan, lama persalinan, penyulit yang menyertai persalinan, serta lamanya persalinan pada kala III plasenta belum lahir sampai dengan 30 menit setelah bayi lahir dan teraba kontraksi uterus yang lembek dan pada masalah plasenta yang belum keluar biasanya disertai :
·         perdarahan yang lebih dari 500 cc
·         ada juga yang tidak disertai perdarahan
7.      Riwayat kesehatan.
-          Riwayat kesehatan yang lalu ; kemungkinan klien pernah mengalami penyakit jantung, hipertensi, DM dan mengalami operasi dinding rahim.
-          Riwayat kesehatan sekarang; kemungkinan klien sedang menderita penyakit jantung , hipertensi, DM, dan penyakit lainnya.
8.      Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui kontrasepsi yang sudah dipakai dan rencana kontrasepsi yang digunakan selanjutnya.
9.      Riwayat  seksualitas
Kemungkinan klien mengalami dispareunia, friogid, apakah aktivitasnya  normal atau ada gangguan .
10.  Riwayat sosial ekonomi dan budaya.
Kemungkinan hubungan klien dengan suami, keluarga dan masyarakat baik, kemungkinan ekonomi yang mencukupi, adanya kebudayaan klien yang mempengaruhi kesehatan kehamilan dan persalinannya.
11.  Riwayat spiritual
Kemungkinan klien melakukan ibadah agama dan kepercayaanya dengan baik.
12.  Riwayat Psikologi
Dikaji untuk mengetahui status emosional ibu :
·         Kecemasan
·         ketakutan
·         kekhawatiran dengan masalah yang dihadapinya.
13.  Pola Kehidupan sehari-hari.
1)            Pola nutrisi
Dikaji untuk mengetahui jenis dan macam makanan yang di konsumsi, jumlahnya dan frekuensinya.
2)            Pola aktivitas 
Dikaji untuk mengetahui jenis aktivitas yang dilakukan sehari-hari.
3)            Pola istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu cukup istirahat. Normalnya ibu  waktu hamil istirahat 6-8 jam dalam sehari.
4)            Pola eliminasi
Dikaji untuk mengetahui apakah proses eliminasi biu sehari-hari  lancar, dan bagaimana frekuensi konsistensi dan warnanya.

B.     Data Objektif
1.      Pemeriksaan tanda vital
Pemeriksaan tanda vital dilakukan setiap kali dibutuhkan berdasarkan keadaan klien.
Pemeriksaan tanda vital berfungsi sebagai pemantau keadaan klien yang mudah berubah bila terjadi gangguan pada fungsi organ.
Pemeriksaan tanda vital pada pasien dengan Retensio Plasenta :
a.       Pemeriksaan tanda vital pada pasien Retensio Plasenta yang disertai perdarahan :
·         Nadi cepat →110 x/menit atau lebih
·         Pernapasan cepat →  30 x/menit atau lebih
·         Muka tampak pucat, kulit basah
·         Tekanan darah turun →  sistole < 90 mmHg
·         Hb 8 gr % atau lebih
·         produksi urin < 30 cc/jam
b.      Pemeriksaan tanda vital pada pasien Retensio Plasenta tidak ada perdarahan :
·         Nadi cepat → 110 x/menit atau lebih
·         Pernapasan cepat → 30 x/menit atau lebih
·         Muka tidak pucat
·         Tekanan darah naik → sistole > 90 mmHg
·         Hb 10 gr % atau lebih
2.      Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan sebagai data penunjang terhadap data yang digunakan untuk mencari masalah pemeriksaan fisik yang didapat akibat retensio plasenta
a.       Muka : keluar keringat dingin tampak pucat
b.      Mata : konjungtiva pucat
c.       Mulut : bibir pucat, lidah pucat
d.      Perut :
-          TFU setinggi pusat atau lebih 
-          kontraksi uterus lembek
e.       Genetalia :
-          tampak tali pusat menjulur
-          disertai perdarahan lebih dari 500 cc
-          tidak disertai perdarahan
3.      Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang digunakan untuk memastikan diagnosa yang telah ditegakkan dan digunakan untuk mencari penyebab timbulnya masalah,
-          Pemeriksaan Hb, didapatkan Hb kurang dari 11 gr %
-          Pemeriksaaan darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.

Langkah II : Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dikukan idntifikasi yang benar terhadap masalh atau diagnosa dann kebutuhann klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data – data yang te;ah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan maslah atu diagnosa yang spesifik. Kata masalah dan diagnosa keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seprti diagnosa tapi membutuhkan penangann yang dituangkan dalam sebuah rencana asuhana terhadpa klien. Masalh ini sering menyertaidiagnosa. Diagnosa yang ditegakkan dalam klingkup praktek kebidanan harus memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan, yaitu :
1.   Diakui dan telah disahkan oleh profesi.
2.   Berhubungn langsung dengan praktek kebidanan
3.   Memilki ciri khas kebidanan
4.   Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan
5.   Didukung oleh Clinical Judgement dalam lingkup prktek kebidanan.
Berdasarkan kasus ini, maka kemungkinan interpretasi data yang timbul dikhususkan pada kala III  adalah :
1.      Diagnosa Kebidanan
Ibu Parturient kala III dengan retensio plasenta
Dasar         :
a.       Data Subjektif :
-          pasien dengan retensio plasenta tanpa perdarahan
·         Klien mengatakan telah melahirkan anak ke… pada tanggal…, jam..., jenis kelamin…, lahir normal. BB….. gram.
·         Ari – ari belum keluar dari kemaluan setelah… menit.
·         Perut tidak merasa mules dan keluar darah merembes sedikit – sedikit.
-          pasien retensio plasenta dengan perdarahan
Ibu mengatakan telah melahirkan 30 menit yang lalu dan plasenta belum lahir, keluar darah banyak sesudah melahirkan.
b.      Data Obyektif : Genetalia tampak tali pusat menjulur dan tidak disertai perdarahan atau perdarahan lebih dari 500 cc.
2.      Masalah 
Kemungkinan masalah yang timbul adalah kcemasan
Dasar  : plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan
3.      Kebutuhan
1)      Dukungan psikologi
Dasar   : plasenta belum lahir setengah jam setelah anak lahir
2)      Rasa nyaman
Dasar   : Ibu dalam Proses Persalinan


Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa dan Masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan sambil mengamati klien, bidan diharapkan  dapat bersiap – siap bila diagnosa atau masalah potensial ini benar – benar terjadi. Kemungkinan diagnosa atau masalh potensial yang timbul:
4.      Potensial Syok Hipovolemik
Data Pendukung
-      Data subyektif   : klien mengatakan keluar darah banyak setelah bayi lahir, kepala pusing, mata berkurang-kunang, badan keringatan.
-      Data Obyektif   : tensi sistole kurang dari 100 mmHg, nadi lebih dari 100x/menit, muka keringatan, kontraksi uterus lembek dan genetalia keluar darah lebih dari 500 cc, akral teraba dingin
2.   Potensial Anemia
Data Pendukung
-             Data subyektif  :  klien mengatakan pusing, mata berkunang-kunang.
-             Data Obyektif  :  muka pucat, conjungtiva pucat, bibir pucat, keluar darah lebih dari 500 cc, Hb kurang dari 11 gr %.

Langkah IV : Identifikasi Kebutuhan Yang Memerlukan Penanganan Segera
Pada langkah ini bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, melakukan kontribusi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi klien. Pada langkah ini, mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. (Varney, 2008). Kemungkinan tindakan segera pada kasus retensio plasenta antara lain :
-          Pemasangan infus RL 20 tts/menit
-          Kosongkan kandung kemih
-          Kolaborasi dengan dokter ahli kebidanan (SPOG) dan segera rujuk ke rumah sakit


Langkah V: Merencanakan Asuhan Yang menyeluruh
Penyusunan perencanaan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan retensio plasenta telah sesuai dengan langkah Varney yang mengungkapkan, langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajeman terhadap masalah atau diagnosis yang telah diidentifikasi dan diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Perencanaan tindakan yang mungkin dilakukan adalah :
1.         Informasikan keadaan ibu dan hasil pemeriksaan
Rasional   : ibu mengetahui keadaan dan tindakan yang dilakukan bidan untuk mengatasi retensio plasenta
2.         Berikan support atau dukungan pada ibu
Rasional   : dengan diberikan dukungan dapat memberikan semangat dan senantiasa berdoa demi kelancaran proses persalinan
3.         Berikan infus dari cairan isotonik / elektronik dengan kateter 18g
Rasional   : dengan diberikan cairan isotonik / elektronik dapat meningkatkan volume sirkulasi secara cepat dan dapat menyelamatkan kehidupan pasien.
4.         Bantu dengan prosedur sesuai indikasi yaitu separasi manual dan penglepasan plasenta
Rasional   : dengan melakukan separasi plasenta, uterus dapat berkontraksi dengan baik dan perdarahan dapat dihentikan.
5.         Berikan obat-obatan sesuai indikasi : oksitosin, metilergonovin malet
Rasional : dengan pemberian obat-obatan dapat membantu meningkatkan kontraksi uterus, sehingga memudahkan plasenta lepas.
6.         Observasi TTV :  hipotensi, takikardi, perlambatan pengisisan kapiler, sianosis dasar kaku, membran mukosa dan bibir
Rasional : Dengan melakukan observasi TTV kita dapat mengetahui keadaan syok / tidak.
7.         Observasi intake dan output
Rasional : dengan melakukan observasi intake dan output, kita dapat mengetahui seberapa besar pasien kehilangan dan membutuhkan cairan
8.         Plasenta keluar dalam waktu 15 menit dari mulai tindakan dilakukan.
Rasional : dengan plasenta keluar perdarahan dapat segera berhenti dan kontraksi uterus membaik.
9.         Pemeriksaan laboratorium Hb ulang
Rasional : dengan pemeriksaan lab Hb ulang, kita dapat mengetahui kadar Hb pasien normal atau tidak. 



BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Rentensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan, perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia.
B.        Saran
Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan demi kesempurnaan makalah yang penulis susunan ini.    


DAFTAR PUSTAKA

2.               Prawirohardjo, S. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
3.               Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
4.               Sulisetiya.blogspot.com/2010/03




Tidak ada komentar:

Posting Komentar