BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai
kelainan yang berbahaya . Perdarahan pada kehamilan muda disebut sebagai
abortus sedangkan perdarahan pada kehamilan tua disebut perdarahan anterpartum.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Angka kejadian plasenta
previa adalah 0,4 – 0,6% dari keseluruhan persalinan. Dengan penatalaksanaan
dan perawatan yang baik, mortalitas perinatal adalah 50 per 1000 kelahiran
hidup.
Batas teoritis antara kehamilan muda dengan kehamilan
tua adalah 22 minggu mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus.
Perdarahan anterpartum biasanya berbatas pada perdarahan jalan lahir setelah
kehamilan 22 minggu tapi tidak jarang terjadi pula pada usia kandungan kurang
dari 22 minggu dengan patologis yang sama. Perdarahan saat kehamilan setelah 22
minggu biasanya lebih berbahaya dan lebih banyak daripada kehamilan sebelum 22
minggu . Oleh karena itu perlu penanganan yang cukup berbeda . Perdarahan
antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan
perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan
serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada setiap perdarahan anterpartum pertama-tama
harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta .
Perdarahan anterpartum yang bersumber dari kelainan
plasenta yang secara klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya
ialah plasenta previa dan solusio plasenta serta perdarahan yang belum jelas
sumbernya . Perdarahan anterpartum terjadi kira-kira 3 % dari semua persalinan
yang terbagi atas plasenta previa , solusio plasenta dan perdarahan yang belum
jelas penyebabnya .
Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada
triwulan tiga atau setelah usia kehamilan , namun beberapa penderita mengalami
perdarahan sedikit-sedikit kemungkinan tidak akan tergesa-gesa datang untuk
mendapatkan pertolongan karena disangka sebagai tanda permulaan persalinan
biasa. Baru setelah perdarahan yang berlangsung banyak , mereka datang untuk
mendapatkan pertolongan .
II.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di
atas dapat dibuat suatu rumusan masalah: Apa saja penyebab terjadinya Plasenta
Previa dan bagaimana penanganannya?
III.
TUJUAN
·
Untuk mengatahui penyebab
terjadinya plasenta previa
·
Untuk mengetahui tanda dan
gejala plasenta previa
·
Untuk mengetahui bagaimana cara
penanganan plasenta previa
BAB II
ISI
PLASENTA
PREVIA
A. DEFINISI
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya
abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir. (FKUI, 2000)
Plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah
sehingga menutup iostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat
pembentukan segmen bawah rahim. (Menurut Cunningham 2006).
Placenta Previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada
tempat abnormal yakni pada segmen bawah
rahim, sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan / ostium
uteri internal (OUI).
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi plasenta previa
berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada
waktu tertentu:
1. Plasenta previa totalis : bila seluruh pembukaan jalan lahir tertutup
oleh plasenta.
2. Plasenta previa lateralis : bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir
tertutup oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis
: bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan jalan lahir.
4. Plasenta previa letak rendah : bila plasenta berada 3-4 cm diatas
pinggir pembukaan jalan lahir.
C. ETIOLOGI
Beberapa
faktor dan etiologi dari plasenta previa tidak diketahui. Tetapi
diduga hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas dari vaskularisasi endometrium yang mungkin disebabkan oleh
timbulnya parut akibat trauma operasi/infeksi. (Mochtar, 1998). Teori lain
mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalh vaskularisasi desidua yang
tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi.
Hipoksemia akibat Perdarahan berhubungan
dengan adanya perkembangan segmen bawah uterus pada trimester
ketiga. Plasenta yang melekat pada area ini
akan rusak akibat ketidakmampuan segmen bawah rahim. Kemudian perdarahan akan terjadi akibat
ketidakmampuan segmen bawah rahim untuk
berkonstruksi secara adekuat.
·
Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim, sehingga mempersempit
permukaan bagi penempatan plasenta.
·
Adanya jaringan rahim pada tempat yang
bukan seharusnya. Misalnya dari indung
telur
setelah kehamilan sebelumnya atau endometriosis.
·
Sosial ekonomi rendah/gizi
buruk,
patofisiologi dimulai dari usia kehamilan 30 minggu segmen bawah uterus akan terbentuk
dan mulai melebar serta menipis.
·
Perempuan yang suka Merokok
D. PATOFISIOLOGI
Pada
usia kehamilan yang lanjut , umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga
lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak
plasenta akan mengalami pelepasan. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi
segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan
mengalami laserasi akibat pelepasan dari desidua sebagai tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu servik mendatar (effacement) dan membuka (dilatation)
ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi
pendarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus
dari plasenta.
Pendarahan
ditempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim
dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang
dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak
akan tertutup dengan sempurna. Pendarahan akan berhenti karna terjadi pembekuan
kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar pada plasenta dimana
pendarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Darah yang keluar
bewarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less). Pada plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum pendarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan
oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah
yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa parsialis
atau letak rendah, pendarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai
persalinan.
Pendarahan
sudah bisa terjadi pada kehamilan kurang dari 30 minggu tapi lebih separuh
kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu keatas. Hal yang perlu diperhatikan
adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis dan mudah diinvasi oleh
pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada
dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta
bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bias sampai menembus ke
buli-buli dan ke rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta
lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen
bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot
yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian
perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga
karena plasenta sukar melepas dengan sempurna atau selah uri lepas karena segmen
bawah rahim tidak mau berkontraksi denga baik-baik.
E. GAMBARAN KLINIK
Ciri
yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui
vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester
ketiga keatas. Perdarahan pertama berlangsung tdak banyak dan berhenti sendiri.
Perdarahan kembali terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa
waktu kemudian, jadi berulang. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang
lebih banyak bahkan seperti mengalir. Pada plasenta letak rendah perdarahan
baru terjadi pada waktu mulai persalinan. Perdarahan bisa sedikit sampai banyak
mirip pada solusio plasenta. Perdarahan diperhebat berhubung segmen bawah rahim
tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian, perdarahan
bisa berlangsung sampai pascapersalinan. Perdarahan bisa juga bertambah
disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan
mengalami robekan. Robekan lebih mudah terjadi pada upaya pengeluaran plasenta
dengan tangan misalnya pada retensio plasenta sebagai komplikasi plasenta
akreta.
Berhubung
plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering ditemui
bagian terbawah janinmasih tinggi diatas simfisis dengan letak janin tidak
dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan
perut tidak tegang.
F. TANDA DAN GEJALA
Menururt
FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah :
·
Pendarahan tanpa sebab tanpa
rasa nyeri dari biasanya dan berulang.
·
Darah biasanya berwarna merah
segar.
·
Terjadi pada saat tidur atau
saat melakukan aktivitas.
·
Bagian terdepan janin tinggi
(floating), sering dijumpai kelainan letak janin.
·
Pendarahan pertama (first
bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa
dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya
lebih banyak.
·
Adanya anemia dan renjatan yang
sesuai dengan keluarnya darah
·
Timbulnya perlahan-lahan
·
His biasanya tidak ada
·
Rasa tidak tegang (biasa) saat
palpasi
·
Teraba jaringan plasenta pada
periksa dalam vagina
·
Penurunan kepala tidak masuk pintu
atas panggul
·
Presentasi mungkin abnormal
Diagnosis plasenta previa
ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa pemeriksaan:
1.
Anamnesis
Gejala pertama ialah perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut (trimester III). Sifat perdarahannya tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless), dan berulang (recurrent). Perdarahan timbul sekonyong-konyong tanpa sebab apapun. Kadang-kadang perdarahan terjadi sewaktu bangun tidur ; pagi hari tanpa disadari tempat tidur sudah penuh darah. Perdarahan cenderung berulang dengan volume yang lebih banyak sebelumnya.
Gejala pertama ialah perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut (trimester III). Sifat perdarahannya tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless), dan berulang (recurrent). Perdarahan timbul sekonyong-konyong tanpa sebab apapun. Kadang-kadang perdarahan terjadi sewaktu bangun tidur ; pagi hari tanpa disadari tempat tidur sudah penuh darah. Perdarahan cenderung berulang dengan volume yang lebih banyak sebelumnya.
2. Pemeriksaan fisik
·
Pemeriksaan luar:
a.
Inspeksi (penglihatan) :
- Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit, darah beku dan sebagainya
- Kalau telah bwrdarah banyak maka ibu kelihatan anemis (pucat)
b.
Palpasi :
- Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah
- Sering dijumpai kesalahan letak janin
- Bagian terbawah janin belum turun , apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau mengolak di atas pintu atas panggul
- Bila cukup pengalaman, dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim terutama pada ibu yang kurus.
·
Pemeriksaan dalam
sangat berbahaya sehingga kontraindikasi untuk dilakukan kecuali fasilitas
operasi segera tersedia.
·
Pemeriksaan dengan Alat :
a.
Pemeriksaan inspekulo, adanya darah dari ostium uteri
eksernum
b.
Pemeriksaan USG :
ü Transvaginal
Ultrasonografi dengan keakuratan dapat mencapai 100 % identifikasi plasenta
previa
ü Transabdominal
ultrasonografi dengan keakuratan berkisar 95 %
ü MRI dapat
digunakan untuk membantu identifikasi plasenta akreta, inkreta, dan plasenta
perkreta.
G. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis
banding plasenta previa antara lain solusio plasenta, vasa previa, laserasi
serviks atau vagina. Perdarahan karena laserasi serviks atau vagina dapat
dilihat dengan inspekulo. Vasa previa, dimana tali pusat berkembang pada tempat
abnormal selain di tengah plasenta, yang menyebabkan pembuluh darah fetus
menyilang servix.
Vasa
previa merupakan keadaan dimana pembuluh darah umbilikalis janin berinsersi
dengan vilamentosa yakni pada selaput ketuban. Hal ini dapat menyebabkan ruptur
pembuluh darah yang mengancam janin. Pada pemeriksaan dalam vagina diraba
pembuluh darah pada selaput ketuban. Pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan
inspekulo atau amnioskopi. Bila sudah terjadi perdarahan maka akan diikuti
dengan denyut jantung janin yang tidak beraturan, deselerasi atau bradikardi,
khususnya bila perdahan terjadi ketika atau beberapa saat setelah selaput
ketuban pecah.
Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa ialah :
1. Seksio sesarea
·
Prinsip utama dalam melakukan
seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin
meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.
·
Tujuan seksio sesarea:
ü Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera
berkontraksi dan menghentikan perdarahan.
ü Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri,
jika janin dilahirkan pervaginam.
·
Tempat implantasi plasenta
previa terdapat banyak vaskularisai sehingga serviks uteri dan segmen bawah
rahim menjadi tipis dan mudah robek, selain itu, bekas tempat implantasi
plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi
dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
·
Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.
·
Lakukan perawatan lanjut pasca bedah termasuk pemantauan perdarahan,
infeksi dan keseimbangan cairan masuk-keluar.
2. Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada
plasenta. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
·
Amniotomi dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis dengan
pembukaan > 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, plasenta
akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi
uterus belum ada atau masih lemah, akselerasi dengan infuse oksitosin.
·
Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton hicks ialah mengadakan temponade
plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton hicks tidak dilakukan
pada janin yang masih hidup.
·
Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan cunam willet, kemudian beri beban
secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk
menekan plasenta dan sering kali menyebabkan perdarahan pada kulit kepela.
Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan
yang tidak aktif.
H.
KOMPLIKASI PLASENTA PREVIA
1.
Pendarahan yang tidak dapat dicegah
menyebabkan penderita menjadi anemia bahkan syok
2.
Oleh karena plasenta yang berimplantasi
pada segmen bawah rahim dan sifat segmen ini yang tipis mudahlah jaringan
trofoblas dengan kemampuan invasinya menerobos ke dalam miometrium bahkan
sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta dan
bahkan perkreta . Paling ringan adalah plasenta akreta yang per
lekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum
masuk kedalam miometrium. Walaupun biasanya tidak seluruh permukaan
maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian
terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang sudah terlepas timbulah perdarahan dalam kala tiga.
3.
Serviks
dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembu uh darah sangat
potensial untuk robek disertai perdarahan yang banyak. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan
banyak yang tidak terkendali dengan
cara-cara yang lebih sederhana, maka pada keadaan yang sangat gawat
seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi total.
4.
Kelainan
letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi.
5.
Kelahiran prematur dan gawat janin sering
tidak terhindarkan sebagian oleh karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan
belum aterm. Pada kehamilan <
37 minggu dapat dilakukan amniosentesis untuk mengetahui kematangan paru janin
dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai
upaya antisipasi.
6.
Masa rawatan lama, beresiko tinggi untuk solusio plasenta, seksio sesarea, kelainan letak janin,
perdarahan pascapersalinan, kematian maternal akibat perdarahan, dan disseminated
intravascular coagulation (DIC).
BAB III
TINJAUAN MEDIK
A. Pengkajian
1.
Anamneses
·
Gejala pertama : perdarahan
pada kehamilan setelah 28 minggu/trimester III
·
Sifat perdarahan : tanpa sebab,
tanpa nyeri, berulang.
·
Sebab perdarahan : placenta dan
pembuluh darah
yang robek; terbentuknya SBR, terbukanya osteum/manspulasi intravaginal/rectal.
·
Sedikit banyaknya
perdarahan : tergantung besar atau kecilnya robekan pembuluh darah dan
placenta.
2.
Inspeksi
·
Dapat dilihat perdarahan
pervaginam banyak atau sedikit.
·
Jika perdarahan lebih
banyak; ibu tampak anemia.
3.
Palpasi abdomen
·
Janin sering belum cukup bulan;
TFU masih rendah.
·
Sering dijumpai kesalahan letak
·
Bagian
terbawah janin belum turun,
apabila letak kepala biasanya
kepala masih goyang/floating.
4.
Pemeriksaan Luar.
Bagian bawah janin biasanya belum masuk
pintu atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas
pintu atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas
panggul.
5.
Pemeriksaan In Spekulo.
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui
apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri
eksternum, adanya plasenta previa harus
dicurigai.
6.
Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung.
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan
radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak
plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya
radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri
7.
Pemeriksaan Ultrasonografi.
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau
jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak
rendah.
B. Diagnosa
1. Resiko kekurangan volume
cairan
sehubungan dengan adanya perdarahan.
2. Resiko
terjadi distress janin sehubungan dengan kelainan letak placenta.
3. Potensial
terjadi shock hipovolemik sehubungan dengan adanya perdarahan.
4. Ganguan
pemenuhan kebutuhan
personal hygiene sehubungan dengan aktivitas yang terbatas.
5. Gangguan
psikologis cemas sehubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang kehamilan yang bermasalah.
C. Intervensi
Dx 1 : Resiko kekurangan cairan
sehubungan dengan adanya perdarahan
a.
Kaji tentang banyaknya
pengeluaran caiaran (perdarahan).
b.
Observasi tanda-tanda vital.
c.
Observasi tanda-tanda kekurangan cairan dan monitor perdarahan.
d.
Pantau kadar elektrolit
darah.
e.
Periksa golongan darah untuk
antisipasi transfuse
f.
Jelaskan pada klien untuk
mempertahankan cairan yang masuk dengan banyak minum.
g.
Kolaborasi dengan dokter sehubungan
dengan letak placenta.
Dx 2 : Resiko
terjadi distress janin sehubungan dengan kelainan letak placenta.
a.
Observasi tanda-tanda vital.
b.
Monitor perdarahan dan status
janin.
c.
Pertahankan hidrasi.
d.
Pertahankan tirah baring.
e.
Persiapkan untuk section
caesaria .
Dx 3: Potensial
terjadi shock hipovolemik sehubungan dengan adanya perdarahan.
a.
Observasi tanda-tanda
terjadinya shock hipolemik.
b.
Kaji tentang banyaknya
pengeluaran cairan (perdarahan).
c.
Observasi tanda-tanda vital.
d.
Observasi tanda-tanda
kekurangan cairan dan monitor perdarahan.
e.
Pantau kadar elektrolit
darah.
f.
Periksa golongan darah untuk antisipasi transfusi.
g.
Jelaskan pada klien untuk mempertahankan cairan yang masuk dengan banyak
minum.
Dx 4 : Ganguan pemenuhan kebutuhan personal hygiene sehubungan
dengan aktivitas yang terbatas.
a.
Berikan penjelasan tentang
pentingnya personal hygiene
b.
Berikan motivasi untuk tetap menjaga personal hygiene tanpa
melakukan aktivitas yang berlebihan
c.
Beri sarana penunjang atau
mandikan klien
bila klien
masih harus bedrest.
Dx 5 : Gangguan
psikologis cemas
sehubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang kehamilan yang bermasalah..
a.
Beri dukungan dan pendidikan
untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan pemahaman dan kerja sama
dengan tetap memberikan informasi tentang
status janin, mendengar dengan penuh perhatian,
mempertahankan kontak mata dan berkomunikasi dengan tenang, hangat dan empati yang
tepat.
b.
Pertahankan hubungan
saling percaya dengan komunikasi terbuka.
Hubungan rasa saling percaya terjalin
antara perawat dan klien akan
membuat klien mudah mengungkapkan
perasaannya dan mau bekerja sama.
c.
Jelaskan tentang proses perawatan dan
prognosa penyakit secara bertahap. Dengan
mengerti tentang proses perawatan dan prognosa penyakit akan memberikan rasa
tenang.
d.
Identifikasi koping yang konstruksi dan kuatkan. Dengan identifikasi
dan alternatif
koping akan membantu klien dalam menyelesaikan masalahnya.
e.
Lakukan kunjungan secara
teratur untuk memberikan support system. Dengan support system akan membuat
klien merasa optimis tentang kesembuhannya.
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, R. 1998. Sinopsis
Obstetri
Jilid I Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Sarwono, P. 2009. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
stasiun bidan.blogspot.com
Sarwono, P. 2009. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
stasiun bidan.blogspot.com
Chalik
TMA. 2008. Perdarahan pada kehamilan
lanjut dan persalinan. Ilmu
K ebidanan Edisi Keempat Cetakan Pertama. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar