Rabu, 27 Juni 2012

PLASENTA PREVIA


BAB I
PENDAHULUAN

I.              LATAR BELAKANG
Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang berbahaya . Perdarahan pada kehamilan muda disebut sebagai abortus sedangkan perdarahan pada kehamilan tua disebut perdarahan anterpartum. Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Angka kejadian plasenta previa adalah 0,4 – 0,6% dari keseluruhan persalinan. Dengan penatalaksanaan dan perawatan yang baik, mortalitas perinatal adalah 50 per 1000 kelahiran hidup.
Batas teoritis antara kehamilan muda dengan kehamilan tua adalah 22 minggu mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus. Perdarahan anterpartum biasanya berbatas pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu tapi tidak jarang terjadi pula pada usia kandungan kurang dari 22 minggu dengan patologis yang sama. Perdarahan saat kehamilan setelah 22 minggu biasanya lebih berbahaya dan lebih banyak daripada kehamilan sebelum 22 minggu . Oleh karena itu perlu penanganan yang cukup berbeda . Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada setiap perdarahan anterpartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta .
Perdarahan anterpartum yang bersumber dari kelainan plasenta yang secara klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah plasenta previa dan solusio plasenta serta perdarahan yang belum jelas sumbernya . Perdarahan anterpartum terjadi kira-kira 3 % dari semua persalinan yang terbagi atas plasenta previa , solusio plasenta dan perdarahan yang belum jelas penyebabnya .
Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan tiga atau setelah usia kehamilan , namun beberapa penderita mengalami perdarahan sedikit-sedikit kemungkinan tidak akan tergesa-gesa datang untuk mendapatkan pertolongan karena disangka sebagai tanda permulaan persalinan biasa. Baru setelah perdarahan yang berlangsung banyak , mereka datang untuk mendapatkan pertolongan .

II.           RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dibuat suatu rumusan masalah: Apa saja penyebab terjadinya Plasenta Previa dan bagaimana penanganannya?

III.        TUJUAN
·           Untuk mengatahui penyebab terjadinya plasenta previa
·           Untuk mengetahui tanda dan gejala plasenta previa
·           Untuk mengetahui bagaimana cara penanganan plasenta previa


BAB II
ISI
PLASENTA PREVIA


A.           DEFINISI
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.  (FKUI, 2000)
Plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah sehingga menutup iostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan segmen bawah rahim. (Menurut Cunningham 2006).
Placenta Previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal yakni pada segmen bawah rahim, sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan / ostium uteri internal (OUI).

B.            KLASIFIKASI
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu:

1.  Plasenta previa totalis : bila seluruh pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta.
2.  Plasenta previa lateralis : bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta.
3.  Plasenta previa marginalis : bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir   pembukaan jalan lahir.
4.   Plasenta previa letak rendah : bila plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan jalan lahir.

C.    ETIOLOGI
Beberapa faktor dan etiologi dari plasenta previa tidak diketahui. Tetapi diduga hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas dari vaskularisasi endometrium yang mungkin disebabkan oleh timbulnya parut akibat trauma operasi/infeksi. (Mochtar, 1998). Teori lain mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalh vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Hipoksemia akibat Perdarahan berhubungan dengan adanya perkembangan segmen bawah uterus pada trimester ketiga. Plasenta yang melekat pada area ini akan rusak akibat ketidakmampuan segmen bawah rahim. Kemudian perdarahan akan terjadi akibat ketidakmampuan segmen bawah rahim untuk berkonstruksi secara adekuat.
Faktor risiko plasenta previa termasuk :
·      Riwayat plasenta previa sebelumnya.
·      Riwayat seksio sesarea.
·      Riwayat aborsi.
·      Kehamilan ganda.
·      Umur ibu yang telah lanjut, wanita lebih dari 35 tahun.
·      Multiparitas.
·      Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim, sehingga mempersempit permukaan bagi penempatan plasenta.
·      Adanya jaringan rahim pada tempat yang bukan seharusnya. Misalnya dari indung telur setelah kehamilan sebelumnya atau endometriosis.
·      Adanya trauma selama kehamilan.
·      Sosial ekonomi rendah/gizi buruk, patofisiologi dimulai dari usia kehamilan 30 minggu segmen bawah uterus akan terbentuk dan mulai melebar serta menipis.
·      Mendapat tindakan Kuretase.
·      Perempuan yang suka Merokok

D.      PATOFISIOLOGI
Pada usia kehamilan yang lanjut , umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan dari desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu servik mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi pendarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta.
Pendarahan ditempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Pendarahan akan berhenti karna terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar pada plasenta dimana pendarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Darah yang keluar bewarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less). Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum pendarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa parsialis atau letak rendah, pendarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.
Pendarahan sudah bisa terjadi pada kehamilan kurang dari 30 minggu tapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu keatas. Hal yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis dan mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bias sampai menembus ke buli-buli dan ke rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna atau selah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mau berkontraksi denga baik-baik.

E.      GAMBARAN KLINIK
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester ketiga keatas. Perdarahan pertama berlangsung tdak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi berulang. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti mengalir. Pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan. Perdarahan bisa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta. Perdarahan diperhebat berhubung segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian, perdarahan bisa berlangsung sampai pascapersalinan. Perdarahan bisa juga bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mengalami robekan. Robekan lebih mudah terjadi pada upaya pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya pada retensio plasenta sebagai komplikasi plasenta akreta.
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering ditemui bagian terbawah janinmasih tinggi diatas simfisis dengan letak janin tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan perut tidak tegang.

F.      TANDA DAN GEJALA
Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah :
·      Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang.
·      Darah biasanya berwarna merah segar.
·      Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas.
·      Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin.
·      Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
·      Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
·      Timbulnya perlahan-lahan
·      His biasanya tidak ada
·      Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
·      Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
·      Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
·      Presentasi mungkin abnormal
Diagnosis plasenta previa ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa pemeriksaan:
1.        Anamnesis
Gejala pertama ialah perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut (trimester III). Sifat perdarahannya tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless), dan berulang (recurrent). Perdarahan timbul sekonyong-konyong tanpa sebab apapun. Kadang-kadang perdarahan terjadi sewaktu bangun tidur ; pagi hari tanpa disadari tempat tidur sudah penuh darah. Perdarahan cenderung berulang dengan volume yang lebih banyak sebelumnya.

2.        Pemeriksaan fisik
·      Pemeriksaan luar:
a.       Inspeksi (penglihatan) :
  •  Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit, darah beku dan  sebagainya
  •  Kalau telah bwrdarah banyak maka ibu kelihatan anemis (pucat)
b.      Palpasi :
  •  Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah
  •  Sering dijumpai kesalahan letak janin 
  • Bagian terbawah janin belum turun , apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau mengolak di atas pintu atas panggul
  • Bila cukup pengalaman, dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim terutama pada ibu yang kurus.
·      Pemeriksaan dalam sangat berbahaya sehingga kontraindikasi untuk dilakukan kecuali fasilitas operasi segera tersedia.
·      Pemeriksaan dengan Alat :
a.       Pemeriksaan inspekulo, adanya darah dari ostium uteri eksernum
b.      Pemeriksaan USG :
ü Transvaginal Ultrasonografi dengan keakuratan dapat mencapai 100 % identifikasi plasenta previa
ü Transabdominal ultrasonografi dengan keakuratan berkisar 95 %
ü MRI dapat digunakan untuk membantu identifikasi plasenta akreta, inkreta, dan plasenta perkreta.

G.     DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding plasenta previa antara lain solusio plasenta, vasa previa, laserasi serviks atau vagina. Perdarahan karena laserasi serviks atau vagina dapat dilihat dengan inspekulo. Vasa previa, dimana tali pusat berkembang pada tempat abnormal selain di tengah plasenta, yang menyebabkan pembuluh darah fetus menyilang servix.
Vasa previa merupakan keadaan dimana pembuluh darah umbilikalis janin berinsersi dengan vilamentosa yakni pada selaput ketuban. Hal ini dapat menyebabkan ruptur pembuluh darah yang mengancam janin. Pada pemeriksaan dalam vagina diraba pembuluh darah pada selaput ketuban. Pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan inspekulo atau amnioskopi. Bila sudah terjadi perdarahan maka akan diikuti dengan denyut jantung janin yang tidak beraturan, deselerasi atau bradikardi, khususnya bila perdahan terjadi ketika atau beberapa saat setelah selaput ketuban pecah.


Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa ialah :
1. Seksio sesarea
·      Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.
·      Tujuan seksio sesarea:
ü Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan perdarahan.
ü Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin dilahirkan pervaginam.
·      Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisai sehingga serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek, selain itu, bekas tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
·       Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.
·       Lakukan perawatan lanjut pasca bedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi dan keseimbangan cairan masuk-keluar.
2. Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
·         Amniotomi dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis dengan pembukaan > 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah, akselerasi dengan infuse oksitosin.
·         Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton hicks ialah mengadakan temponade plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.
·         Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan cunam willet, kemudian beri beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk menekan plasenta dan sering kali menyebabkan perdarahan pada kulit kepela. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan yang tidak aktif.

H.      KOMPLIKASI PLASENTA PREVIA
1.    Pendarahan yang tidak dapat dicegah menyebabkan penderita menjadi anemia bahkan syok 
2.    Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta dan bahkan perkreta . Paling ringan adalah plasenta akreta yang per  lekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk kedalam miometrium. Walaupun biasanya tidak seluruh permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang sudah terlepas timbulah perdarahan dalam kala tiga.
3.    Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembu uh darah sangat potensial untuk robek disertai perdarahan yang banyak. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih sederhana, maka pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi total.
4.    Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi.
5.    Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm. Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosentesis untuk mengetahui kematangan paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
6.    Masa rawatan lama, beresiko tinggi untuk solusio plasenta, seksio sesarea, kelainan letak janin, perdarahan pascapersalinan, kematian maternal akibat perdarahan, dan disseminated intravascular coagulation (DIC).




BAB III
TINJAUAN MEDIK

A.    Pengkajian
1.      Anamneses
·         Gejala pertama : perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu/trimester III
·         Sifat perdarahan : tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang.
·         Sebab perdarahan : placenta dan pembuluh darah yang robek; terbentuknya SBR, terbukanya osteum/manspulasi intravaginal/rectal.
·          Sedikit banyaknya perdarahan : tergantung besar atau kecilnya robekan pembuluh darah dan placenta.
2.      Inspeksi
·         Dapat dilihat perdarahan pervaginam banyak atau sedikit.
·          Jika perdarahan lebih banyak; ibu tampak anemia.
3.      Palpasi abdomen
·         Janin sering belum cukup bulan; TFU masih rendah.
·         Sering dijumpai kesalahan letak
·         Bagian   terbawah   janin   belum   turun,   apabila   letak   kepala   biasanya   kepala   masih goyang/floating.
4.      Pemeriksaan Luar.
Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
5.      Pemeriksaan In Spekulo.
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
6.      Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung.
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri
7.      Pemeriksaan Ultrasonografi.
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.

B.     Diagnosa
1. Resiko kekurangan volume cairan sehubungan dengan adanya perdarahan.
2. Resiko terjadi distress janin sehubungan dengan kelainan letak placenta.
3. Potensial terjadi shock hipovolemik sehubungan dengan adanya perdarahan.
4. Ganguan pemenuhan kebutuhan personal hygiene sehubungan dengan aktivitas yang terbatas.
5.  Gangguan  psikologis  cemas  sehubungan  dengan  kurangnya  pengetahuan  tentang  kehamilan  yang bermasalah.

C.    Intervensi
 Dx 1 : Resiko kekurangan cairan sehubungan dengan adanya perdarahan
a.    Kaji tentang banyaknya pengeluaran caiaran (perdarahan).
b.    Observasi tanda-tanda vital.
c.     Observasi tanda-tanda kekurangan cairan dan monitor perdarahan.
d.   Pantau kadar elektrolit darah.
e.    Periksa golongan darah untuk antisipasi transfuse
f.     Jelaskan pada klien untuk mempertahankan cairan yang masuk dengan banyak minum.
g.    Kolaborasi dengan dokter sehubungan dengan letak placenta.
Dx 2 : Resiko terjadi distress janin sehubungan dengan kelainan letak placenta.
a.    Observasi tanda-tanda vital.
b.    Monitor perdarahan dan status janin.
c.    Pertahankan hidrasi.
d.   Pertahankan tirah baring.
e.    Persiapkan untuk section caesaria .
 Dx 3: Potensial terjadi shock hipovolemik sehubungan dengan adanya perdarahan.
a.    Observasi tanda-tanda terjadinya shock hipolemik.
b.    Kaji tentang banyaknya pengeluaran cairan (perdarahan).
c.    Observasi tanda-tanda vital.
d.   Observasi tanda-tanda kekurangan cairan dan monitor perdarahan.
e.    Pantau kadar elektrolit darah.
f.      Periksa golongan darah untuk antisipasi transfusi.
g.     Jelaskan pada klien untuk mempertahankan cairan yang masuk dengan banyak minum.
 Dx 4 : Ganguan pemenuhan  kebutuhan personal hygiene sehubungan dengan aktivitas yang terbatas.
a.    Berikan penjelasan tentang pentingnya personal hygiene
b.     Berikan motivasi untuk tetap menjaga personal hygiene tanpa melakukan aktivitas yang berlebihan
c.    Beri sarana penunjang atau mandikan klien bila klien masih harus bedrest.
 Dx 5 : Gangguan      psikologis cemas      sehubungan dengan      kurangnya  pengetahuan tentang kehamilan yang bermasalah..
a.    Beri dukungan dan pendidikan untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan pemahaman dan  kerja  sama  dengan  tetap  memberikan  informasi  tentang  status  janin,  mendengar  dengan penuh perhatian, mempertahankan kontak mata dan berkomunikasi dengan tenang, hangat dan empati yang tepat.
b.    Pertahankan  hubungan  saling  percaya  dengan  komunikasi  terbuka.  Hubungan  rasa  saling percaya   terjalin   antara   perawat   dan   klien   akan   membuat   klien   mudah   mengungkapkan perasaannya dan mau bekerja sama.
c.     Jelaskan  tentang  proses  perawatan  dan  prognosa  penyakit  secara  bertahap.  Dengan  mengerti tentang proses perawatan dan prognosa penyakit akan memberikan rasa tenang.
d.    Identifikasi koping yang konstruksi dan kuatkan. Dengan identifikasi dan alternatif koping akan membantu klien dalam menyelesaikan masalahnya.
e.    Lakukan kunjungan secara teratur untuk memberikan support system. Dengan support system akan membuat klien merasa optimis tentang kesembuhannya.




  


DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Sarwono, P. 2009. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
stasiun bidan.blogspot.com
Chalik TMA. 2008. Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan. Ilmu K ebidanan Edisi Keempat Cetakan Pertama. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo



Tidak ada komentar:

Posting Komentar